Ammar Zoni: Dari Panggung Sinetron ke Balik Jeruji, Kisah Kejatuhan yang Belum Berakhir

Dulu bintang sinetron, kini tersangka narkoba. Ammar Zoni diduga jadi otak peredaran sabu dan sinte di dalam Rutan Salemba.

TRENDING NEWS

Redaksi Fasamedia

10/10/20253 min read

Dok. Istimewa

Jakarta, Fasamedia — Dulu, nama Ammar Zoni begitu akrab di telinga penikmat sinetron tanah air. Wajahnya menghiasi layar kaca setiap malam, aktingnya selalu ditunggu penggemar. Namun kini, nama yang dulu identik dengan ketampanan dan popularitas itu kembali muncul — bukan di layar TV, melainkan di berita kriminal.

Ammar Zoni kembali tersandung kasus narkoba, dan kali ini jauh lebih serius. Ia diduga menjadi pengendali peredaran sabu dan tembakau sintetis di dalam Rutan Salemba, Jakarta Pusat, tempatnya menjalani hukuman atas kasus serupa.

Berita ini mencuat setelah pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat membenarkan adanya pelimpahan berkas dan tersangka baru terkait kasus peredaran narkoba di dalam rutan. Salah satu nama dalam daftar tersangka membuat publik tercengang: MAA alias AZ, yang ternyata adalah Ammar Zoni.

Dari hasil penyelidikan, enam orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terdiri atas MAA alias AZ, A, AP, AM alias KA, ACM, dan MR.

“Ya, benar, ada inisial AZ yang merupakan Ammar Zoni. Ia diduga berperan sebagai pengendali barang dari dalam rutan,” ujar salah satu penyidik Polsek Cempaka Putih seperti dikutip dari laporan Kilat.com.

Kasus ini menyeret nama Ammar untuk keempat kalinya terkait narkoba — namun kali ini, posisinya bukan lagi sekadar pengguna, melainkan pengedar aktif.

Awal mula kasus ini terungkap ketika petugas Rutan Kelas I Salemba mencurigai aktivitas komunikasi yang tidak biasa. Beberapa tahanan terlihat kerap menerima titipan barang dan melakukan kontak dengan pihak luar. Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, terbukti bahwa peredaran narkoba dilakukan dari dalam sel tahanan menggunakan ponsel dan aplikasi terenkripsi Zangi.

Menurut penyidik, Ammar diduga berperan sebagai “penyimpan” sekaligus penghubung antarjaringan. Ia mengoordinasikan alur distribusi sabu dan tembakau sintetis (sinte) yang dikirim dari luar lapas, kemudian dibagikan ke beberapa tahanan lain di dalam.

“Transaksi dilakukan secara digital. Komunikasi lewat aplikasi terenkripsi agar tidak mudah dilacak,” jelas penyidik kepada Detik.com.

Barang bukti berupa paket sabu dan sinte telah disita sebagai bagian dari penyelidikan lanjutan.

Kasus ini bukan hanya memperburuk catatan hukum Ammar Zoni, tapi juga kembali membuka luka lama bagi publik — terutama bagi mereka yang dulu berharap sang aktor bisa berubah.

Pada 2017, Ammar pertama kali ditangkap karena kepemilikan ganja. Kala itu, ia menjalani rehabilitasi dan sempat berjanji tidak akan mengulanginya. Namun, kenyataannya berbeda.

Pada Maret 2023, ia kembali ditangkap karena kasus sabu dan divonis 7 bulan penjara.

Beberapa bulan kemudian, Desember 2023, ia dijatuhi vonis 3 tahun penjara, yang kemudian diperberat menjadi 4 tahun setelah banding.

Kini, pada 2025, publik kembali mendengar kabar buruk: Ammar diduga mengatur bisnis narkoba dari balik jeruji.

“Dulu dia menangis di ruang sidang, mengaku menyesal dan ingin berubah. Tapi sekarang, semuanya seperti terulang,” tulis salah satu netizen dalam komentar di media sosial.

Ammar Zoni dan lima tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) serta Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Ancaman hukuman maksimal adalah penjara seumur hidup, bahkan hukuman mati jika terbukti mengendalikan jaringan peredaran.

“Faktanya, peredaran dilakukan dari dalam rutan. Itu masuk kategori pemberatan karena pelaku sudah menjalani hukuman tapi tetap melakukan tindak pidana serupa,” ungkap salah satu pejabat kejaksaan dalam wawancara dengan Tempo.co.

Banyak pihak menilai kasus ini menggambarkan dua hal sekaligus: gagalnya pembinaan di lembaga pemasyarakatan, dan keterpurukan seorang publik figur yang tak kunjung belajar dari kesalahan.

Fakta bahwa peredaran narkoba bisa berlangsung di dalam rutan menunjukkan lemahnya sistem pengawasan. Akses terhadap ponsel, jaringan komunikasi luar, bahkan aplikasi terenkripsi menjadi celah yang dimanfaatkan dengan rapi oleh para napi.

“Selama komunikasi masih bisa terjadi tanpa pengawasan ketat, maka peredaran narkoba di penjara tidak akan pernah benar-benar berhenti,” ujar seorang pakar kriminologi dari Universitas Indonesia.

Ammar Zoni pernah berkata dalam sebuah wawancara lama, “Saya ingin menjadi ayah yang baik untuk anak-anak saya. Saya ingin berhenti dari semua hal buruk ini.”

Namun kenyataan seolah berkata lain. Keinginan berubah tampaknya tak cukup kuat untuk menahan godaan dunia kelam yang pernah menjeratnya.

Banyak penggemar yang dulu mendukung kini memilih diam.

“Awalnya kasihan, tapi lama-lama capek dengar berita yang sama,” tulis salah satu komentar di media sosial.

Meski begitu, ada pula yang berharap kasus ini benar-benar menjadi titik balik — bukan sekadar episode penyesalan berikutnya.

Kasus Ammar Zoni seolah menegaskan bahwa popularitas tidak selalu sejalan dengan kestabilan hidup. Ketika ketenaran memudar, banyak artis muda kehilangan arah, terjebak dalam tekanan, dan mencari pelarian lewat narkoba.

Jika benar terbukti bersalah, maka perjalanan Ammar Zoni adalah cermin tragis dari seorang bintang yang tak pernah benar-benar sembuh dari masa lalunya.

Dan untuk publik, kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik layar gemerlap, ada sisi gelap yang kadang lebih nyata dari sinar sorotan kamera.

Editor: Permadani T.