Tiga Anak Muda Ini Tepis Label “Generasi Rebahan”, Bawa Gagasan Berani Demi Masa Depan Hijau

Tiga anak muda ini buktikan generasi kini bukan cuma rebahan—mereka hadir dengan aksi berani untuk dorong transisi hijau dari ruang sekolah hingga tongkrongan.

TRENDING NEWS

Redaksi Fasamedia

11/17/20252 min read

Jakarta, Fasamedia — Di tengah stigma negatif yang kerap melekat pada anak muda, tiga peserta program Ministry of the Future tampil sebagai contoh nyata bahwa generasi ini tidak kekurangan semangat perubahan. Mereka menjalankan ide-ide unik untuk mendorong transisi hijau, mulai dari ruang kelas hingga ruang tongkrongan.

Program yang diinisiasi Mindworks Lab ini mempertemukan 15 anak muda dengan mentor lintas disiplin selama tiga bulan. Meski berdiskusi di lima klaster berbeda—mobilitas, lingkungan binaan, pendidikan, konsumsi, dan pangan—semua ide mereka bermuara pada satu keresahan: krisis iklim dan urgensi beralih menuju hidup yang lebih hijau.

“Kami berharap para fellow menularkan aksi mereka ke lebih banyak anak muda,” ujar Aulia Amanda Santoso, Program Coordinator.

Dari sekian banyak ide, tiga gagasan berikut mencuri perhatian karena kedekatannya dengan kehidupan sehari-hari.

Alya Eka Khairunnisa — Study Tour Berbasis Lingkungan Lewat ‘Kota Kita, Kelas Kita’

Alya menyoroti efek samping larangan study tour di Jawa Barat. Dampaknya, anak-anak kehilangan kesempatan belajar dari pengalaman lapangan.

“Larangan ini menciptakan jarak antara siswa dan realitas sehari-hari,” katanya.

Melalui Kota Kita, Kelas Kita, Alya merancang study tour versi baru yang lebih aman, murah, dan relevan. Dalam uji coba di Tangerang, siswa mengamati polusi udara, kendaraan parkir dengan mesin menyala, hingga perubahan cuaca ekstrem hanya dalam satu hari.

Yang paling menarik adalah permainan City Bingo, yang membuat siswa aktif menandai berbagai temuan di lapangan. Tantangan menemukan kendaraan listrik memicu diskusi kritis.

“Kami bahas bahwa kendaraan listrik masih berbahan bakar fosil di tahap produksinya,” kata Alya.

Ndaru Luriadi — Memulai Perubahan dari Keluarga Lewat Sekolah Rumah Lestari

Ndaru memusatkan perhatian pada sampah rumah tangga yang mencapai 50,8% dari total sampah nasional. Ia melihat keluarga sebagai titik awal perubahan, terutama rumah tangga baru.

“Ketika menikah, orang muda memasuki fase penting untuk mengubah hal-hal yang sering dianggap sepele,” ujarnya.

Melalui Sekolah Rumah Lestari, ia memperkuat pengetahuan pasangan baru dalam mengelola sampah dan membangun budaya ramah lingkungan.

“Harapannya, keluarga-keluarga muda membentuk jaringan dan jadi penggerak perubahan,” kata Ndaru.

Ia menginginkan pergeseran budaya: dari perilaku konsumtif ke pola hidup yang lebih sadar dampak lingkungan.

Anastasia Dinda Ciptaviana — Nongkrong Jadi Ruang Edukasi Konsumsi Berlebih

Dinda mengangkat isu konsumsi berlebihan dari sudut yang sangat akrab: tongkrongan. Kegiatan kumpul-makan-pesan-antar menurutnya menambah jumlah sampah dan emisi.

“Lewat Nongkrong+, saya ingin orang muda membangun pertemanan sambil membahas konsumsi berlebihan lewat aktivitas produktif,” ujarnya.

Salah satu kegiatan, Nongkrong+ Nukang, membuat peserta belajar membuat barang sederhana. Pengalaman itu membuka mata mereka bahwa produksi barang secara mandiri bisa memberi rasa apresiasi yang lebih besar.

“Meski ide kecil, jika dilakukan rutin, dampaknya bisa kuat,” kata Dinda.

Gerakan hijau ternyata bisa dimulai dari ruang yang paling biasa: dari rute perjalanan siswa, dapur pasangan baru, hingga meja tongkrongan bersama teman. Tiga anak muda ini menegaskan bahwa masa depan bumi juga ditentukan oleh keberanian generasi mereka untuk bergerak.

Kontributor: Sarah Limbeng

Editor: Permadani T.